Cinta digambarkan secara indah oleh Gabriel Marcel. Dalam kesatuan “Aku” dan “Engkau” yang sama-sama “hadir”, membentuk gabungan dan menaikkan taraf menjadi “Kita”. Dalam taraf “Kita”, “Aku” dan “Engkau” diangkat menjadi suatu kesatuan baru yang tidak mungkin dipisahkan ke dalam dua bagian.

Melahirkan kondisi kebersamaan yang sungguh-sungguh komunikatif, Communion. Communion menurut Gabriel Marcel adalah “kehadiran” dalam bentuk yang paling sempurna dan puncak peralihan dari eksistensi ke Ada.

Hubungan “Kita” dalam kesatuan memerlukan kesediaan diri untuk merelakan ego, untuk mencapai komunikasi yang sempurna. Menari tanpa pemimpin, “Kita” bergerak, tanpa dipimpin dalam “Aku” atau “Engkau”. Sebuah tarikan dan uluran yang didengar dan dijawab.

Kebersamaan cinta menurut Gabriel Marcel tidak dapat berlangsung hanya pada suatu saat saja, dengan kata lain memiliki unsur kesetiaan. Dalam pengalaman cinta “Aku” akan mengikat diri (engagement) dan tetap setia (fidélité). Karena hubungan “Aku-Engkau” itu rapuh dan selalu terancam untuk jatuh ke taraf “Aku-Ia”. Maka, kesetiaan itu diperlukan dan kesetiaan harus memiliki unsur menjadi kreatif untuk menghadapi segala kerentanan.

Menurut Gabriel Marcel, “ketika kita menyatakan cinta kepada seseorang, orang itu takkan pernah mati” berarti bahwa cinta dapat mengatasi ruang dan waktu. Kehadiran dalam cinta itulah yang takkan mati, kehadiran itu akan berlangsung terus selepas kematian.

Dengan kematian orang yang aku cintai, aku tidak kehilangan “Engkau”. Karena kata “kehilangan” mengacu pada objek-objek yang aku punyai. Marcel berpendapat bahwa dengan memandang kematian sebagai kehilangan saja, kita berada pada taraf objektivitas yang menandai refleksi pertama yaitu eksklusivitas.

Kita diminta untuk memisahkan antara keinginan dan harapan. Dimana keinginan itu bersifat egosentris, aku menginginkan orang lain sejauh ia dapat menyenangkan atau berguna bagi aku.

Sedangkan harapan tidak bersifat egosentris, harapan itu tertuju kepada “Engkau”. Harapan itu memberi kepastian tentang kekekalan “Engkau” setelah orang tercinta meninggal.

**Note: Diambil dari bagian tugas mata kuliah Manusia dan Kebudayaan Indonesia.